Evolusi layanan menuju 3G

Sejak introduksi layanan telepon bergerak generasi pertama di awal 1980an, layanan ini telah mengalami pertumbuhan dan pengembangan yang sangat fenomenal. Dalam upaya standarisasi platform jaringan layanan bergerak, sejumlah versi platform telah dikembangkan dan diterapkan di berbagai belahan dunia. Generasi pertama semuanya berbasis pada teknologi analog seperti AMPS (North America), TACS (UK), NMT (Skandinavia), dan J-TACS (Jepang). Dengan pasar sistem generasi pertama yang semakin mapan dan tingkat penggunaan yang meningkat, muncul kebutuhan untuk memanfaatkan spektrum frekuensi secara lebih efisien. Hal itu menjadi motivasi untuk melahirkan standar generasi berikutnya (2G), yang seluruhnya berbasis teknologi digital.

Ada tiga sistem standar 2G yang muncul secara global. Di daratan Eropa muncul GSM, sementara di Amerika muncul Digital-AMPS. Terakhir, muncul sistem yang lebih revolusioner berbasis sistem Direct Sequence Spread Spectrum yang dikembangkan oleh Qualcomm, yaitu CdmaOne, yang diadop di Jepang, Korea, dan Amerika.

Dari semua itu, perkembangan dan penggelaran GSM merupakan salah satu kisah paling sukses dari sejarah telekomunikasi selular dunia. Pada akhir September 2004, dari hampir 1,6 miliar pengguna ponsel di seluruh dunia, GSM merupakan teknologi paling dominan dengan pangsa pasar 74%. Sementara CDMA meraih pangsa pasar sekitar 14%, baik CdmaOne dan CDMA2000.

Dengan pertumbuhan yang kontinu dari aplikasi mobile data , semakin terasa bahwa kecepatan yang ditawarkan sistem GSM harus sangat ditingkatkan. Sebelum munculnya generasi ketiga (3G) - sebut saja generasi 2.5 - platform dasar GSM telah mengalami penyempurnaan, khususnya untuk aplikasi data. Sistem data pertama adalah GPRS yang mampu memberi layanan data rata-rata 10-40 Kbps, kemudian muncul EDGE yang dengan kecepatan rata-rata 30-150 Kbps. Sementara CdmaOne telah ditingkatkan dari IS-95A ke IS-95B dengan kecepatan data sampai 64 Kbps. Sistem ini pertama kali digelar di Korea pada September 1999, dan kemudian diadopsi oleh berbagai operator di negara lain.

Visi menuju mobile broadband menjadi fokus utama dalam pengembangan layanan mobile 3G. Eropa mengembangan standar UMTS melalui Wideband CDMA (W-CDMA) dengan lebar kanal 5MHz, yang mampu mengusung layanan data dan suara sampai kecepatan 2 Mbps. Sementara di Amerika, standar utama yang digunakan adalah evolusi dari CdmaOne IS-95 yaitu sistem CDMA2000. CDMA2000 terus mengalami evolusi secara mantap dari versi 2G menuju tahap akhir evolusinya, yaitu 3G melalui CDMA2000 1X EV-DO dan EV-DV. Sedang Cina ingin mengembangkan standarnya sendiri untuk 3G melalui TD-SCDMA, meskipun sebagian operatornya telah mulai mengadop teknologi CDMA2000 1X.

Penggelaran layanan 3G Secara Internasional

Dalam beberapa tahun terakhir, terlepas dari pasang surutnya, layanan bergerak 3G telah menjadi area Hotspot di industri telekomunikasi dunia. Di Eropa, lelang lisensi operator 3G telah menghabiskan biaya sampai dengan 100 miliar Euro, yang mengakibatkan kebangkrutan beberapa operator selular. Sementara di Jepang dan Korea, layanan 3G mulai menampakkan kisah suksesnya.

Di Jepang, pengguna layanan mobile Internet pada akhir Mei 2004 hampir mencapai 71 juta. Sebagai kontras, jumlah pelanggan fixed broadband baru sekitar 16 juta. Namun, 12 bulan terakhir kedua layanan broadband baik fixed maupun mobile mengalami kemajuan pesat. Fixed broadband meningkat 50%, sementara pelanggan mobile secara agregat dari layanan NTT DoCoMo i-mode, KDDI EZWeb, dan Vodafone J-Sky, meningkat 10%. Pertumbuhan yang rendah menunjukkan maturitas pada pasar yang sudah besar.

Untuk menjelaskan fenomena yang berkembang di Jepang, Prof. Jeffrey Funk dari Universitas Hitot-Subashi menggunakan konsep 'disruptive technology' dan 'network effect' . Disruptive technology merupakan perkembangan teknologi yang mengakibatkan perubahan dari basis pelanggan secara signifikan. Fenomena kedua adalah network effect, yang menekankan bahwa harus ada basis pelanggan kritikal, dimana ketika basis pelanggan ini terbentuk kokoh, ada efek positive feedback yang mengakibatkan pasar tumbuh bak bola salju. Kombinasi keduanya mendorong tumbuhnya pasar mobile Internet Jepang yang sangat inovatif dan terus berevolusi.

Pasar Jepang sudah penuh dengan ponsel, sehingga operator seperti NTT DoCoMo perlu ruang pertumbuhan baru. Di Jepang, ponsel telah digunakan sebagai portable entertainment player , kamera, kartu membership dan loyalty , peta, tiket, jam, dan perangkat untuk akses segala macam, mulai dari berita sampai basis data perusahaan. Saat ini, melalui Chip Felica-nya NTT DoCoMo telah merambah ke dompet bergerak untuk membeli minuman, belanja on-line , film, tiket kereta, dan kartu kredit.

Sedang untuk layanan 3G, NTT DoCoMo telah mencapai 5 juta pada Juli 2004 ( 12,88 juta pada Juni 2005) melalui layanan FOMA 3G, sementara KDDI sebagai perintis 3G di pasar Jepang melalui CDMA kini memiliki 18,49 juta .

Problem utama dari NTT DoCoMo i-mode pada sistem 2G adalah kekurangan kapasitas, sehingga diberlakukan tarif akses paket yang cukup tinggi. Melalui layanan FOMA 3G ini, kendala kapasitas bisa teratasi dan memberi kemampuan NTT DoCoMo untuk bersaing dengan KDDI melalui layanan 3G yang efektif. Pemicu utama dari sukses layanan 3G ini adalah pada rezim tarif flat untuk data, ponsel yang kaya fitur, serta selera konsumen yang tidak pernah puas tehadap layanan baru dan maju.

Di Korea, telekomunikasi mobile dan broadband , merupakan sebuah kisah sukses gemilang. Layanan selular bergerak telah dimulai sejak tahun 1995, yang kini telah mencapai tahap maturitas. Selular telah melampaui layanan fixed sejak 1999. Awal 2005, selular telah mencapai teledensitas sebesar 69,4%, yang merupakan densitas tertinggi di ekonomi Asia. Pemicu pertumbuhannya adalah turunnya tarif, dan kompetisi. Pasar Korea tetap masih menguntungkan meski rezim subsidi ponsel sudah berakhir.

Pertumbuhan cepat dengan subsidi terminal ponsel merupakan akibat dari kebijakan pemerintah melalui sinergi tripartit, yakni pemerintah-industri-operator. Kombinasi tripartit ini membuktikan sukses di Korea dan menjadi bagian dari rencana besar untuk mengekspor teknologi CDMA ke pasar regional dan global. Strategi CDMA ini telah menjadi pemikiran kunci dari semua operator Korea untuk menggunakan teknologi dari famili CDMA yang dikembangkan oleh ERTI Korea dan Qualcomm di Amerika.

Namun, saat ini pasar Korea berada pada tahap transisi setelah konsolidasi sejumlah operator dan meningkatnya layanan baru. SK Telecom kini memegang 55% pangsa pasar. Kedua dan ketiga adalah KTF dan LG Telecom dengan pangsa pasar masing-masing 31% dan 14%. Fokus untuk tahap ini diarahkan pada layanan dan profitabilitas serta pemantapan platform teknologi. Sedang ARPU layanan suara cenderung menurun.

Sementara itu, ARPU data terus meningkat secara signifikan akibat distribusi perangkat ponsel canggih, dan peningkatan konten multimedia seperti gaming , perbankan, video, dan musik. Salah satu kesamaan model antara Korea dan Jepang adalah konvergensi pada model bisnis revenue sharing yang cocok untuk konten internet nirkabel. Korea tidak hanya proaktif dalam menggelar teknologi, juga sangat proaktif dalam pengembangan model bisnisnya melalui stategi segmentasi yang secara konsisten menetapkan branding , layanan, dan tarifnya.

Pasar Cina agak berbeda. Dengan populasi sekitar 1,3 miliar, setiap keputusan yang dibuat terkait lisensi layanan dan adopsi teknologi akan berdampak finansial yang luar biasa. Di dunia 3G, vendor akan meraih atau kehilangan keberuntungan tergantung jumlah lisensi dan mandat teknologi yang diadop. Meski Kementerian Industri Informasi Cina (MII) belum menetapkan tenggat waktu resmi untuk menggelar 3G, belajar dari kegagalan beberapa inisiatif 3G seperti di Eropa, nampaknya membuat MII lebih berhati-hati. Salah satu kepeduliannya adalah jangan sampai ada duplikasi CAPEX sia-sia pada jaringan 3G, serta menghindari mekanisme kompetisi yang ceroboh, khususnya menyangkut tarif.

Kekhawatiran lain menyangkut keraguan dari maturitas teknologi 3G untuk mengusung penggelaran dalam skala masif. Perihal standar teknologi ini Cina melihat peluang untuk menentukan standar 3G Cina melalui teknologi TD-SCDMA. Kehati-hatian Cina mengadopsi 3G, diduga juga sebagai strategi 'buying time' menunggu kesiapan standar TD-SCDMA, meski pada akhirnya penggunaan platform W-CDWA dan CDMA200 1X tetap tidak terhindarkan.

Di isis lain, ada atau tidaknya pemberian lisensi 3G, diyakini bahwa operator mobile Cina masih membutuhkan CAPEX untuk menambahkan 50-60 juta pelanggan selular per tahun sebagai akibat dari substitusi fixed-to-mobile . Pada April 2004, 59% dari trafik lokal dibawa oleh jaringan bergerak, dan 41% oleh jaringan tetap. Sementara itu, 90% dari pelanggan baru China Mobile adalah pelanggan prabayar. Layanan data mulai tumbuh, seperti SMS meningkat 134% di tahun 2003. Namun, dengan tingkat turnover yang moderat yaitu 6,2%, layanan mobile data di Cina masih pada tahap infant .

Klasifikasi Layanan 3G dan Opsi Operator

Layanan maju 3G menuju mobile broadband multimedia, menawarkan fitur yang kaya dalam klasifikasi layanannya. Berdasar definisi UMTS, layanan 3G diklasifikasikan dalam 5M yaitu Movement (tidak ada batas lokasi), Moment (kastemisasi waktu), Me (personalisasi layanan), Money (perluasan dompet elektronik), dan Machines (perangkat canggih multi manfaat). Atribut layanan ini akan hadir sesuai dengan konteks dan kebutuhan pasar. Jika layanan pas dengan budaya dan life-style, maka layanan akan sukses dan tumbuh. Namun, banyak juga sukses konten layanan 3G yang tidak sesuai etika sosial yaitu 3G: Girls, Game, Gambling, yang tentu perlu menjadi pertimbangan operator, agar tidak sekedar mencari keuntungan, tetapi lebih pada manfaat dan makna kehadiran layanan bagi masyarakat.

Bagi operator selular, menggelar infrastruktur dan layanan 3G setidaknya perlu mengkaji 3 aspek penting.

Pertama , Ketersediaan Layanan. Sesuatu yang menjadi prasyarat untuk memilih jalur evolusi layanan melalui ketersediaan spektrum yang tepat, pasokan infrastruktur dari sejumlah vendor, serta pilihan luas dari terminal ponsel.

Kedua , Efisiensi Biaya . Pilihan teknologi layanan harus memberi tingkat pemanfaatan ulang yang tinggi dari investasi yang yang telah ditanam, dan teknologi ini murah secara skala ekonomi. Investasi harus bisa dilakukan bertahap untuk menghindari investasi tinggi di depan, seperti CAPEX jaringan dan subsidi terminal.

Ketiga , Daya Tarik Layanan . Hal ini sangat terkait erat dengan potensi pendapatan. Solusi teknologi harus mampu menyediakan pilihan layanan yang menarik bagi pengguna melalui kekayaan portofolio fitur dan ketersediaan pada tingkat harga yang bisa diterima.

Berdasarkan analisis ' Mobile Triangle ' ini, pilihan dapat ditentukan berbasis pada kelayakan dan perhitungan risiko serta dampaknya bagi pengembangan industri. Pasar tidak peduli pada platform teknologi 3G, sejauh manfaatnya nyata, dengan biaya yang kompetitif, dan model bisnisnya sehat, pasar akan tumbuh dengan sendirinya.

Indra M. Utoyo • Praktisi Telekomunikasi & Infrastruktur

 

 

Google
 

HOME :: BIMBINGAN TUGAS AKHIR :: ARTIKEL TEKNOLOGI :: ARTIKEL LAINNYA :: LINK PENTING :: BUKU TAMU

Copyright © 2008 Sinau Online. Email :alifahnuha@gmail.com